BUKITTINGGI|TOP TRAVELERS–Setiap peradaban masyarakat adat nusantara hampir dipastikan memiliki seni beladiri yang lahir dan terbentuk dari kemampuan manusia dalam bertahan hidup sesuai lingkungan dan tantangan alam.
Tak jarang, sebuah aliran seni beladiri mendasarkan gerak dan dan langkahnya menyerupai hewan dan semuanya berujung pada penyatuan diri sejati dengan alam semesta melalui keyakinan beragama hingga menumbuhkan kekuatan dan karakter luhur oleh oleh para pelaku seni tersebut.
Travelers..masyarakat adat nusantara juga dapat memiliki sebuah aliran seni beladiri yang sudah ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda oleh UNESCO.
Salah satunya adalah Silek Minangkabau atau (bahasa Indonesia: Silat Minangkabau), sebuah seni beladiri yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh masyarakat adat suku Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat.
Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau sejak dulunya, hal ini menjadikan beladiri silat merupakan bekal yang wajib dimiliki oleh mereka yang ingin mengadu nasib keluar daerah.
Diceritakan dalam berbagai legenda suku Minangkabau, beladiri Silek tersebut diciptakan pertamakalinya oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan Tanah Datar tepatnya di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11.
Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh daerah tempat ia merantau dan baik dalam maupun luar negeri.
Dalam perkembangannya, aliran silat khas Minangkabau dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai panjago atau penjaga yakni pembelaan diri dari serangan musuh.
Kemudia juga berfungsi sebagai Parik Paga Dalam Nagari atau sebuah sistem pertahanan oleh anak negeri ketika kampung halamannya mendapatkan gangguan atau bahkan serangan dari luar.
Untuk dua alasan ini, maka masyarakat Minangkabau pada tempo dahulunya perlu memiliki sistem pertahanan yang baik untuk mempertahankan diri dan negerinya dari ancaman musuh kapan saja.
Silek tidak saja sebagai alat untuk beladiri, tetapi juga mengilhami atau menjadi dasar gerakan berbagai tarian dan randai (drama Minangkabau ).
Pengembangan gerakan silat menjadi seni adalah strategi dari nenek moyang suku Minangkabau agar silat selalu diulang-ulang di dalam masa damai dan sekaligus untuk penyaluran “energi” silat yang cenderung panas dan keras agar menjadi lembut dan tenang.
Sementara itu, jika dipandang dari sisi istilah, kata pencak silat di dalam pengertian para tuo silek (guru besar silat) adalah mancak dan silek.
Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat).
Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut.
Di setiap nagari atau desa adat suku Minangkabau memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek.
Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu dia mengajari para pemula.
Sementara orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka. Gelar Pandeka ini pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan.
Travelers.. Demikian pengenalan singkat tentang Silek Minangkabau yang menganut filosofi Wujud Lahir Mencari Kawan, Wujud Batin Mencari Tuhan..
Semoga bisa menjadi referensi dalam memperkaya khazanah dan pandangan kita dalam memahami kemegahan nusantara sebagai anak bangsa yang besar, Bangsa Indonesia. (*) Rika