Sumatera Barat, Top Travelers–Pacu Kudo atau balapan kuda merupakan sebuah tradisi bagi masyarakat adat Minangkabau khususnya bagi masyarakat yang berada di Kawasan luhak Nan Tigo, yakni Luhak Tanah Datar, Agam dan Luhak Limopuluah.
Di tiga wilayah ini pacuan kuda merupakan sebuah tradisi budaya yang sangat digemari bukan hanya sebagai ajang hiburan melainkan sarana silaturahmi bagi masyarakat setempat.
Bahkan tradisi Pacu Kudo menjadi ajang bergengsi bagi para pemilik kuda yang rata-rata berlatar belakang sebagai pengusaha sukses di ranah minang.

Suasana Gelanggang Pacu Kuda Kandih, Kota Sawahlunto.(Foto Ibenk S Pamungkas)
Pacu Kudo ini sudah menjadi tontonan menarik sejak zaman dahulu yang sering diselenggarakan di beberapa gelanggang pacu kudo seperti Bukit Gombak di Batusangkar, Ambacang di Bukittinggi, Ampang Kualo di Kabupaten Solok serta Lapangan Pacuan Kuda Kandih di Kota Sawahlunto.
Tak jarang sikap antusias dalam menyaksikan setiap pacuan yang diselenggarakan satu atau dua hari pelaksanaan, masyarakat baik pria maupun wanita tua dan muda rela meninggalkan aktifitas hanya untuk meramaikan tradisi ini.
Namun minat akan tradisi ini sedikit bergeser karena perubahan zaman dan pengaruh moderenisasi yang membuat Pacu Kudo mulai kurang diminati generasi muda.
Sebagaiamana diketahui, Kuda merupakan hewan mamalia yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, hewan yang memiliki postur yang cukup besar dan kuat ini memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia baik untuk membantu menggarap lahan perkebunan, mengangkut barang dan sarana transportasi sejak zaman dahulu.
Di Sumatera Barat, sejak zaman para leluhur kuda juga menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat tradisional sekaligus menjadi sarana transportasi andalan sebelum digantikan oleh kereta api, mobil hingga sepeda.
Bagi masyarakat adat Minangkabau, Kuda bahkan menjadi penanda pengaruh dan kedudukan dalam menunjukkan nilai strata sosial seseorang kala itu bahkan mungkin hingga saat ini.
Karena yang mampu memiliki dan memelihara kuda adalah salah satunya adalah kaum bangsawan yang memiliki perkebunaan luas serta memiliki anak buah yang dipekerjakan mulai dari mengurus kuda, mencari rumput hingga mengurus ladang.

Barisan Kuda Perkasa dan Joki Terampil di salah satu iven Sawahlunto Derby.(Foto Ibenk S Pamungkas)
Sehingga memelihara kuda menjadi kebanggaan dan kebesaran strata sosial seseorang kala itu.
Untuk mengembalikan minat tersebut, Pemerintah Kota Sawahlunto selalu mengangkat tradisi ini menjadi bagian dari industri kepariwisataan yang diharapkan mampu memberi dampak manfaat positif di segi ekonomi masyarakat sekitar.
Pada 04 Desember 2022, tradisi Pacu Kudo bertajuk Sawahlunto Derby 2022 kembali diselenggarakan dan menjadi iven unggulan untuk menyedot ribuan pengunjung ke kota itu.
Disini sejarah baru kuda-kuda perkasa dengan joki yang handal akan kembali tercipta..(***) Ibenk S Pamungkas